Ahlan Wa Sahlan

Ahlan Wa Sahlan

Anda Punya Identitas

IP

Sabtu, 26 Maret 2011

Kekafiran Muhammad bin Abdul Wahhab

Lihat bagaimana 
prilaku mereka pada setiap musim haji yang mengobral murah dengan 
membanting harga kata “Syirik” dan “Bid’ah”


Beberapa Bukti Pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab
(Pencetus Wahabisme)
Setelah kita mengetahui realita yang ada bahwa, para pengikut Salafy (yang pada hakekatnya adalah Wahhaby) yang selama ini selalu menyebut sesat kelompok lain dengan dalih akidah mereka (non Wahaby) masih bercampur dengan keyakinan Syirik, Khurafat dan Bid’ah sehingga menyebabkan mereka merasa paling benar sendiri dan hanya sekte merekalah yang mewakili Islam sejati. Semua keyakinan dan prilaku sekte itu ternyata merupakan hasil taklid buta mereka terhadap pencetus Wahabisme, Muhammad bin Abdul Wahhab yang
selama hidupnyapun telah melakukan pengkafiran semacam itu. Pada kesematan ini, kita akan sebutkan beberapa contoh dari pengkafiran yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kelompok lain yang tidak sepaham dengan keyakinan barunya (baca: Bid’ahnya).
Dalam kitab “Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” dalam surat ke 11 halaman 75 disebutkan bahwa; “Fatwaku adalah menyatakan bahwa Syamsaan beserta anak-anak mereka dan siapapun yang menyerupai mereka. Aku menamai mereka dengan Toghut (sesembahan selain Allah, red)…”. dan yang lebih dahsyat lagi adalah apa yang dnyatakannya dalam kitab yang sama (Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab) dalam surat ke 34 halaman 232 dimana Ibn Wahhab menuliskan: “…kami telah menyatakan kafir terhadap thoghut-thoghut para penghuni al-Kharj dan selainnya”. Dan kita tahu bahwa, al-Kharj adalah nama satu daerah yang berjarak kurang lebih delapan puluh kilo meter dari kota Riyadh. Daerah al-Kharj membawahkan beberapa desa dengan banyak penduduk. Hal itu sebagaimana yang telah tercantum dalam kitab “al-Mu’jam al-Jughrafi lil Bilad al-Arabiyah as-Saudiyah” jilid 1/392 atau kitab “Mu’jam al-Yamamah” jilid 1/372. Jelas sekali bahwa betapa Muhammad bin Abdul Wahhab tanpa ragu lagi menyatakan kaum muslimin yang tidak menerima ajaran sesat sektenya dengan vonis “KAFIR”, sebagaimana yang pernah kita singgung dalam singungan surat yang ditulis Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab al-Hanbali saudara tua dan sekandung Muhammad bin Abdul Wahhab, yang selalu menegur kesesatan adiknya.
Bukan hanya pengkafiran yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahhab, cacian, makian dan hinaan pun terlontar dari otak dan hatinya yang kotor yang ditujukan untuk para tokoh dan pembesar Ahlusunah, yang tidak setuju dengan ajarannya. Dalam kitab “Ar-Rasa’il as-Syakhsyiah li al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” surat ke 34 halaman 232 dalam mengata-ngatai seorang tokoh yang bernama Syeikh Sulaiman bin Sahim, ia mengatakan: “Akan tetapi sang hewan ternak (bahim, arab) Sulaiman bin Sahim tidak memahami makna ibadah”. Seakan hanya Muhammad bin Abdul Wahhab saja yang memahamai ajaran tauhid dengan benar dan tidak menganggap benar dan menyatakan sesat pemahaman kelompok lain diluar Wahabismenya. Dan dalam kitab “Majmu’ Mu’allafaat al-Imam as-Syeikh Muhammad Abdul Wahhab” jilid1 halaman 90-91 disebutkan bahwa ia (Muhammad bin Abdul Wahhab) mengata-ngatai Syeikh Sulaiman dan menjulukinya dengan julukan “Sapi”, dengan ungkapannya: “Orang ini seperti Sapi yang tidak dapat membedakan antara tanah dan kurma”. Padahal dosa Syeikh Sulaiman bin Sahim adalah menolak dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab yang dianggap sesat dari ajaran dan ijma’ ulama Islam, terkhusus Ahlusunah wal Jamaah. Hal ini yang dinyatakan sendiri oleh Bin Abdul Wahhab dalam lanjutan kitab tersebut dengan ungkapan: “Karena mereka telah berusaha…untuk mengingkari dan berlepas tangan dari agama ini” (Kitab ar-Rasa’il as-Syakhsyiah5/167). Agama mana yang dimaksud oleh Muhamad bin Abdul Wahhab? Agama baru yang dibawanya, ataukah agama Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah SAW yang –dalam masalah tauhid dan syirik- dipahami dan disepakati oleh semua kelompok Islam, termasuk pemahaman kakaknya yang tergolong ulama mazhab Hambali? Apakah orang seperti Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab al-Hambali (kakaknya) atau Syeikh al-Allamah Sulaiman bin Muhammad bin Ahmad bin Sahim (wafat tahun 1181 H) yang salah seorang ulama dan tokoh besar di zamannya (sebagaimana yang telah disebutkan dan diakui sendiri oleh seorang Wahhaby kontemporer Abdullah bin Abdurrahman Aali Bassam dalam kitabnya “Ulama’ an-Najd Khilala Sittata Quruun” dalam jilid ke 2 halaman 381 pada Tarjamah nomer 191, cetakan Maktabah an-Nahdhatul Haditsah di Makkah al-Mukarramah, cetakan pertama tahun 1398 H), juga tidak memahamai konsep tauhid dan syirik yang dibawa oleh Islam Muhamad bin Abdullah (Rasulullah)? Apakah layak dia mengata-ngatai seorang ulama besar semacam itu dengan ungkapan-ungkapan kotor yang tidak layak diungkapkan oleh seorang muslim awam sekalipun, apalagi ini yang mengaku sebagai mujaddid (pembaharu) agama Islam? Lantas mana akhlak Rasulullah, akhlak Islam dan akhlak mulia agama Allah? Jika pengolok-olok semacam ini disebut sebagai “Pembaharu Islam“ maka jangan salahkan jika Islam menjadi obyek olok-olokan musuh-musuhnya. Untuk lebih mengetahui kenapa Syeikh Sulaiman bin Sahim mengingkari dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab dan apa saja yang diungkapkan Muhammad bin Abdul Wahhab kepadanya dengan bahasa yang kasar dan menunjukkan kebaduian prilaku Muhammad bin Abdul Wahhab, bisa dilihat dalam buku yang dikarya oleh seorang penulis Wahhaby kontemporer Dr Abdullah al-Utsaimin dalam buku karyanya; “Mauqif Sulaiman bin Sahim min Dakwah as-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab” dari halaman 91 hingga 113 yang dicetak di Riyadh-Saudi tahun 1404 H.
Belum lagi kalau kita membaca buku “Al-Fitnatul Wahhabiyah” (Fitnah Wahabisme) karya Syeikhul Islam dan Mufti Besar Mazhab Syafi’i yang berdomisili di kota suci Makkah, Syeikh al-Allamah Ahmad bin Zaini Dahlan (wafat tahun 1304 H dan dimakamkan di Madinah) dimana beliau hidup di masa-masa ekspansi pemaksaan ajaran Wahabisme ke segenap jazirah Arab. Syeikhul Islam Zaini Dahlan menjelaskan bagaimana para pengikut setia Bin Abdul Wahhab (meniru pencetusnya) dalam pengkafiran kaum muslimin yang bukan hanya sekedar melalui ungkapan dan tulisan, bahkan dengan tindakan yang sewenang-wenang, bahkan pembantaian. Dan ternyata, sayangnya, kebiasaan buruk (sunnah sayyi’ah) itu masih terus dilestarikan oleh para pengikut setia dan orang-orang yang taklid buta terhadap Muhammad bin Abdul Wahhab yang mengatasnamakan diri sebagai Salafy, bahkan mengaku sebagai Ahlusunah wal Jamaah. Jikalau sekte sempalan ini tidak mendapat dukungan dana, kekuatan militer dan perlindungan penuh dari negara kaya minyak seperti Saudi niscaya nasibnya akan sama dengan nasib sekte-sekte sempalan lainnya, binasa. Awalnya, sekte ini tidak jauh berbeda dengan sekte seperti al-Qiyadah al-Islamiyah yang baru-baru ini dinyatakan sesat oleh para ulama di Indonesia. Dan ternyata kaum Salafypun ikut-ikutan menyesatkan al-Qiyadah al-Islamiyah, padahal mereka mempunyai kendala yang sama, sekte sempalan yang dahulu diangap sesat. “Maling teriak maling”, itulah kata yang layak dinyatakan kepada kaum Wahaby yang mengaku Salafy dan Ahlusunah itu. Wahai kaum Wahaby, sesama sekte sesat dilarang saling mendahului dan saling menyesatkan.
Sekarang, masihkah pengikut Wahaby (yang berkedok Salafy) menanyakan bahwa Syeikh mereka tidak mengkafirkan kaum muslimin dan menampik kenyataan yang tidak bisa mereka pungkiri ini? Apa yang kita sebutkan di atas tadi adalah sedikit dari apa yang dapat disebutkan dalam blog yang sangat terbatas ini. Masih banyak hal yang dapat kita sebutkan untuk membuktikan pengkafiran Wahabisme terhadap kaum muslimin, disamping prilaku mereka yang sebagai bukti konkrit lain dari pengkafiran tersebut. Lihat bagaimana prilaku mereka pada setiap musim haji yang mengobral murah dengan membanting harga kata “Syirik” dan “Bid’ah” bahkan dibagi dengan cuma-cuma pada jamaah haji. Seakan para rohaniawan Wahhaby pada musim haji melakukan “Cuci Gudang” kata bid’ah dan syirik untuk saudara-saudara mereka sesama muslim.
Jika orang muslim telah dikafirkan dan orang besar (baca: ulama) seperti Syeikh Sulaiman bin Sahim dicaci-maki dan dihina oleh orang seperti Muhammad bin Abdul Wahhab maka jangan heran jika sekarang ini para pengikut setia dan fanatiknya (kaum Wahaby) juga turut mengikuti jejak langkah manusia tak beradab seperti Muhammad bin Abdul Wahhab itu. Ungkapan dan tuduhan jahil (bodoh), munafik, zindik bahkan sebutan anjing atau hewan-hewan lain dari kelompok Wahaby terhadap pengikut muslim lain merupakan hal biasa yang telah mereka dapati secara turun-temurun. Makanya, jangan heran jika orang seperti Sastro ini lantas dibilang bodoh, munafik, zindik bahkan dinyatakan sebagai anjing. Itulah watak preman kaum Wahaby yang jelas tidak cocok dengan budaya Timur yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia yang sangat menjujung tinggi etika dan adab (sopan santun), tidak seperti masyarakat Arab.
[Sastro H]
Sumber : http://salafyindonesia.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Radiomu

Bintangmu

ON/OFF